strategi pengembangan pendidikan islam




A. Strategi Pengembangan Pendidikan Agama Islam
1.      Pengertian Strategi
Secara harfiah, kata “strategi” dapat diartikan sebagai seni (art) melaksanakan stratagem yakni siasat atau rencana, sedangkan menurut Reber, mendefinisikan strategi sebagai rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan.[11] Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah, strategi merupakan sebuah cara atau sebuah metode, sedangkan secara umum strategi memiliki pengertian suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[12]     
Menurut J.R. David Strategi merupakan sebuah cara atau sebuah metode, dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goa.l Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu[13]. Dari situ ada dua hal yang perlu kita cermati dari pengertian tersebut:
Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.
Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencpaian tujuan.
Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.[14] Demikian menurut Dick dan Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.[15]
Secara umum strategi mempunyai pengertian sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan, pemakaian istilah ini dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.[16]
Menurut Newman dan Logan, strategi dasar arti setiap usaha meliputi empat masalah, yaitu:
a.       Pengidentifikasian dan Penetapan spesifiaksi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya.
b.      Pertimbangan dan Pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran.
c.       Pertimbangan dan Penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir.
d.      Pertimbangan dan Penetapan tolak ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan usaha yang akan dilakukan.[17]
2.      Konsep Belajar Mengajar
a.      Ciri Ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari cirri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:[18]
1.          Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yan dimaksud kegiatan belajar mengajar itu sadar akan tujuan, dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian.
2.          Adanya prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
3.          Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang kusus.
4.          Ditandai dengan aktifitas anak didik. Sebagai konsekuensi bahwa anak didik merupakan syarat muthlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
5.          Dalam kegiatan belajar mengajar, disamping sebagai pembimbing guru juga sebagai fasilitator, serta juga berperan sebagi motifator dan mediator dalam pembelajaran.
6.          Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat aturan yang disusun menurut ketentuan yang telah disetujui antara anak didik dan pengajar.
7.          Ada batasan waktu, yaitu tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus dicapai.
8.          Evaluasi.
b.      Komponen-Komponen Belajar Mengajar
Sebagai suatu system, tentu saja kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber serta evaluasi. Komponen tersebut diantaranya sebagai berikut.[19]
1.       Tujuan
 Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Pada dasarnya tidak ada pemprogaman tanpa adanya tujuan terlebih dahulu, sehingga dalam kegiatan apapun tujuan keberadaan tidak bisa diabaikan. Demikian pula halnya dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang berniali normatif. Dengan perkataan lai, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Yang selanjutnya nilai nilai tersebut nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik disekolah maupun diluar sekolah. Semua tujuan berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, dan tujuan dibawahnya menunjang  tujuan di atasnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan mempunyai jenjang dari yang luas ke yang sempit, yang umum dan yang kusus, jangka panjang dan pendek, menengah.
2.       Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Dalam pemahaman selanjutnya bahan pelajaran ada dua macam, bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang study yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya, sedangkan bahan pelajaran penunjang adalah bahan yang dapat membuka wawasan guru agar dalam mengajar dapat menunjanga penyampaian bahan pelajaran pokok.
3.       Kegiatan Belajar Mengajar
 Kegiatan belajar mengajar adalah inti darip[ada kegiatan pendidikan, diaman segala apa yang telah diprogaramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar ini. Semua komponen pengajaran akan dilibatkan, sesuai dengan tujuanya

4.       Metode
Metode atau strategi adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dari pada pendidikan itu sendiri
5.       Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan dari pada belajar mengajar. Alat dalam hal ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu alat dan alat bantu . Yang dimamaksud dengan alat adalah suruhan, perintah, larangan, aturan, dan lainsebagainya. Sedangkan alat bantu adalah alat yang dapat membantu menjelaskan dalam proses belajar mengajar seperti, globe, peta, komputer, vidio, dan lainsebagainya.
6.       Sumber pelajaran
Menurut Drs. Uddin Syaripuddin Winata Putra, M.A Dan Drsa. Rustana Adiwinarta, sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat asal untuk belajar, dengan demikian sumberbelajar merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal hal baru bagi pelajar. Hal ini disebabkab hekekat belajar adalah mendapatkan hal hal yang baru. Pemahaman tentang sumber belajar memiliki keragaman yang berbeda beda.[20]
Dr. Roestiyah. N. K .[21], mengatakan bahwa sumber belajar itu adalah
a)      Manusia (dalam  keluarga, sekolah dan lingkungan sosial)
b)        Buku atau perpustakaan
c)      Mass media (majalah, koran, peta, gambar, dan lainsebagainya)
d)     Lingkungan
e)      Alat pelajaran (buku pelajaran, kapur, pensil, penggaris, dan lainsebagainya)
f)       Museum (tempat penyimpanan benda bersejarah)
Drs. Sudirman. N, dkk mengemukakan macam-macam sumber belajar, diantaranya:[22] a) Manusia itu sendiri, b) Bahan, c) Lingkungan, d) Alat, e) perlengkapan, f) Aktivitas yang meliputi:
1.          Pengajaran berprogram
2.          Simulasi
3.          Karyawisata
4.          Sistem pengajaran modul
Drs. Uddin syarifuddin winataputra, M. A. Dan Drs. Rustana Adiwinata[23] berpendapat terdapat sekurang kurangnya lima macam sumber belajar yaitu.(a)  Manusia (b)  Buku ajar/perpustakaan  (c) Alam lingkungan; Alam lingkungan terbuka, alam lingkungan sejarah, alam lingkungan manusia (d)   Media masa (e) Media pendidikan.
7.       Evaluasi
Evaluasi memilkiki arti yang umum sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu tersebut. Menurut Wayan Nurkencono dan P.P.N. Sumartana,[24] evaluasi adalah suatu tindakan aatu suatu proses untuk menentukan nilai segal sesuatu dalam dunia pendidikan. Sedangkan Dr. Roestiyah. N. K.[25] Berpendapat bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas luasnya dan sedalam dalamnya, yang bersangkutan dengan kapbelitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar siswa.
Komponen Pembelajaran[26]


 











Dari bagan tersebut dapat kita lihat bahwa sebagai suatu sistem, proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang satu sama lainnya saling beribteraksi dan berinterelasi, kompenen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi
c.       Teori Teori Dalam Belajar
      Dalam sejarah pembelajaran terdapat teori teori belajar yang diambil dari perkembangan pemahaman teori psikologi, dalam hal ini akan dibahas tentang teori psikologi yang berhubungan dengan teory belajar, diantaranya[27]
1)      Teori Psikologi Klasik Tentang Belajar
Dalam teori ini dijelaskan bahwa manusia terdiri dari jiwa dan badan. Badan adalah suatu objek yang sampai kealat indera, sedangkan jiwa merupakan sesuatu yang non materiil. Selanjutnya menurut teori ini hakekat belajar adalah kita belajar melihat objek dengan menggunakan substansi dan sensasi. Dalam hal ini pengembangan dan pelatihan kekuatan mencipta, ingatan, keingainan dan pikiran, dalam artian bahwa pendidikan atau belajar adalah sesuatu yang berasal dari dalam atau inner development. Sedangkan tujuan pendidikan dari teori ini adalah self development atau self cultivation.
2)      Teori Psikologi Gaya
Menurut teori ini jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, ingatan , fikiran, perasaan, kemauan, dan sebagaianya, dimana tiap dari komponen tersebut memilki pengaruh dan fungsi tersendiri, dalam hal ini manusia sama memilki daya tersebut akan tetapi berbeda kekuatan yang dimiliki. Latihan sangatlah dibutuhkan dalm teori ini untuk mengaktifkan dan mengembangkan daya yang dimiliki manusia tersebut.
Dalam teori ini ransangan sangatlah dibutruhkan, sehingga penyediaan rangsangan sangtlah mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam belajar. Untuk itulah maka kurikulum harus menyediakan mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya daya tersebut, dimana penekanan bukan terletak pada materi akan tetapi terletak pada isi dari materi tersebut. Pemilihan materi belajar berdasarkan atas pembentrukan daya daya secara efesien dan ekonomis.
3)      Teori Mental State
Menurut teori ini belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui indera yang disampaikan dalam bentuk perangsang perangsang dari luar. Pengalaman berasosiasi dan bereproduksi. Karena itulah latihan memegang peran penting dalam pembelajaran.
Dalam teori ini dikatakan cara belajar yang baik ialah dengan jalan memperbanyak hafal;an dan dengan menggunakan hukum asosiasi reproduksi, maka dari itu faktor ingatan sangatlah menonjol.
4)      Teori Behaviorisme
Behavioristik adalah suatu study tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan karena tidak puas dengan teori teoti yang ada diatas. Hal ini dipandang karena aliran terdahulu hany menekankan aspek kesadaran saj tanpa memandang aspek yang lain.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhio oleh rangsangan yang ada yang bersifat terus menerus serta berkesinambungan. Dengan memberikan rangsangan maka siswa akan merespon. Hubungan rangsang dan respon akan menimbulkan kebiasaan kebiasan otomatis pada proses belajar, dengan kata lain bahwa kelakuan anak adalah terdiri atas reespon tertentu terhadap rangsangana tertentu pula.
5)      Teori koneksitas
Dalam teori ini terdapat doktrin pokok, yakni hubingan antara stimulus dan respon, asosiasi dibuat antara kesan kesan pengadaan dan dorongan dorongan untuk berbuat. Koneksi koneksi dapat diperkuat atau dapat diperlemah serasi dengan banyaknya penggunaan dan pengaruh dari penggunaan tersebut
Throndike menyusun hokum-hukum belajar sebagai berikut 
a.       Hukum pengaruh; hubungan hubungan diperkuat atau diperlemah tergantung pada kepuasan atau ketidak senangan yang berkenaan dengan penggunaannya.
b.       Hukum latihan; apabila seseorang sering dilatih maka akan menjadi kuat dengan sendirinya
c.       Hukum kesediaan; keberhasilan dan tidak sesuatu dipengaruhi oleh kesiapan dan ketidak siapan seseorang dalam merespon sesuatu.
Dewasa ini hukum yang diungkapkan diatas dikembangkan menjadi dan dilengkapi denga prinsip prinsip pendidikan diantaranya
1.       Siswa harus mampu membuat berbagai jawaban terhadap rangsangan yang ada
2.       Belajar dibimbing dan diarahkan melelui sikap dan respon siswa itu sendiri
3.       Jawaban yang telah dipelajari dengan baik dapat juga digunakan terhadap rangsangan yang lain
4.       Jawaban terhadap situasi situasi baru dapat dibuat apabila siswa melihat adanya analogi yang baru terhadap ranngsangan yang lama.
5.       Siswa dapat mereaksi secara selektif terhadap faktor faktor esaensial di dalam situasi
Dalam teori Conectionisme ini terdapat pandangan pandangan pokok terhadap teori belajar, antara lain
a.       Kelakuan merupakan akibat pengaruh dari lingkungan terhadap individu
b.       Menjelaskan antara kelakuan dan motivasi secara mekanis
c.       Kurang memperhatikan prosesproses mengenal dan berfikir
d.      Mengutamakan dan menitik beratkan pada pengalaman pengalaman masa lampau
e.       Menganggap bahwa situasi keseluruhan adalah terdiri dari bagian bagian yang saling membentuk satu sama lain
6)      Teori Gestalt
Dalam teori ini dijelaskan bahwa jiwa manusia  adalah suatu keseluruhan yang berstruktur, diman keseluruhan tersebut bukan terdiri dari bagian bagian yang membentuk satu sama lain akan tetapi bagian atau unsur unsur itulah yang berada dalam keseluruhan dalam struktur yanmg telah tertentu dan saling berinterelasi.
Teori ini sangatlah berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar, beberapa prinsip yang perlu difahai dan di mengerti
1.      Tingkah laku terjadi berkat interaksi antara individu dan lingkungannya
2.      Individu berada dalam keseimbangan yang dinamis. Terjadinya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku
3.      Belajar mengutamakan aspek pemahaman terhadap situasi problematis
4.      Belajar menitik beratkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menetukan dirinya.
5.      Belajar dimulai dari keseluruhan dan bagian bagian hanya bermakna dalam keseluruhan itu.
7)      Teori Psikologi Field Theori Tentang Belajar
      Dalam teori ini difahami adanya beberapa prinsip diantaranya
a.       Belajar dimulai dari suatu keseluruhan
b.       Keseluruhan memberikan makan kepada bagian bagian, bagian bagain terjadi dalam suatu keseluruhan
c.       Individuasi bagian bagian dari suatu keseluruhan
d.      Siswa/anak belajar dengan menggunakan pemahaman. Pemahaman disini dimaksudkan sebagai kemampuan melihat hubungan hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi problematis[28]
d.      Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar
  Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran dan tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret, yakni tujuan instruksional khusus dan tujuan instruksional umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Pada tingkat sasaran dan tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi:
a.       Pengembangan bakat secara optimal,
b.      Hubungan antar manusia,
c.       Efisiensi ekonomi,
d.      Tanggung jawab selaku warga Negara.
Sasaran tujuan pendidikan Indonesia sejalan dengan dasar Negara dan pandangan hidup kita, adalah terbinanya warga Negara yang cakap, memahami, menghayati, dan mengamalkan sila-sila dalam pancasila.[29]
Begitu juga tujuan pendidikan Indonesia sebagaimaan yang tertera dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 teantang Sisdiknas, yaitu bertujuan untuk berkembangnya potensi pesrta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[30]
e.       Belajar Mengajar Sebagai Suatu Sistem
Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung antara satu dan lainnya untuk mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem, belajar mengajar meliputi sejumlah komponen antara lain: tujuan, bahan, siswa, guru, metode, situasi dan evaluasi. Komponen-komponen tersebut harus saling berhubungan dan guru tidak boleh hanya memperhatikan satu komponen saja agar nantinya tujuan dapat tercapai.
f.        Hakikat Proses Belajar
Belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan.[31]
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentru saja akan dapat tercapai jika anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan di dalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk gila, dan sebagainya.
Kegiatan megajar bagi seorang guru menghendaki hadirnya sejumlah anak didik. Berbeda dengan belajar. Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktifitas yang dilakukan oleh seseorang di luar dan keterlibatan guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain. Apalagi aktifitas belajar itu berkenaan dengan kegiatan membaca buku tertentu.
Mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu anak didik. Bila tidak ada anak didik atau objek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu sekali guru sadari agar tidak terjadi kesalah tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu di dalam konsep pengajaran. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan anak didik.
Biasanya permasalahn yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaimana, kapan, dan di mana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan kelas. Peranan guru itu paling tidak berusaha mengatur suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenangan belajar anak didik. Setiap kali guru masuk kelas selalu dituntut untuk mengelola kelas hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Jadi, masalah pengaturan kelas ini tidak akan pernah sepi dari kegiatan guru. Semua kegiatan itu guru lakukan tidak lain demi kepentingan anak didik, demi keberhasilan belajar anak didik.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuna kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.[32]
Dalam hal yang lebih mendalam dapat difahami bahwa hakekat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru.
3.      Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam tersusun dari dua pengertian pendidikan dan pendidikan agama Islam. Secara etimologis, pendidikan dalam konteks Islam diambil dari bahsa arab, yaitu Tarbiyah yang merupakan masdar dari fi’il Rabba-Yarabbi-Tarbiyatan yang berarti tumbuh dan bekembang. Sedangkan Islam berasal dari kata kerja Aslama-Yuslimu-Islaman yang berarti tunduk patuh dan menyerahkan diri dan istilah pendidikan bisa juga diartikan dengan istilah Ta’lim (pengajaran) atau Ta’dib (pembinaan).[33]
Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memlihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.[34] Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Poerbakawatja dan Harahap; Pendidikan adalah
usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kapala asrama dan sebagainya[35]
Adapun agama Islam artinya adalah keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan, yaitu tata kehidupan yang mengharapkan kebahagiaan dunia sampai akherat. Dengan kata lain agama Islam adalah satu-satunya system atau tata kehidupan yang pasti membuat manusia menjadi damai, selamat, dan sejahtera untuk selama-lamanya.
Pendidikan Islam juga diartikan sebagai usaha untuk menumbuhkan dan membentuk manusia muslim yang sempurna dari berbagai aspek yang bermacam-macam, yaitu aspek akal, keyakinan, kejiwaan, akhlaq, kemauan dan daya cipta dalam semua tingkat pertumbuhan yang disinari oleh cahaya yang dibawa oleh Islam dengan versi dan metode-metode yang ada. Definisi ini menjelaskan bahwa proses pendidikan Islam diartikan sebagai upaya persiapan manusia muslim yang sempurna dari berbagai aspek tingkat pertumbuhan untuk kehidupan dunia dan akherat dengan prinsip dan metode yang bersifat Islami. Pendidikan Islam juga merupakan pendidikan yang difahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan as-Sunah.[36]
Konsep dasar pendidikan Agama Islam adalah konsep atau gambaran umum tentang pendidikan, sebagaimana dapat difahami atau bersumber pada ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan al-Hadits. Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk dan penjelas tentang berbagai hal yang berhubungan dengan permasalahan hidup dan perikehidupan uamt manusia di dunia ini, sedangkan As-Sunah berfungsi untuk memberikan penjelasan secara operasional dan terperinci tentang berbagai permasalahan yang ada dalam Al-Qur’an tersebut.[37]
4.      Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar
      Konsep dasar Strategi belajar mengajar meliputi dua hal; (1) Menetapkan Spesifikasi dan kualifikasi perubahan prilaku belajar, (2) menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar; dan (3) Norma dan criteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar.[38]
Ada empat hal masalah pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang diinginkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakuakan itu. Dengan kata lain apa yang harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingg mudah difahami oleh peserta didik. Perubahan prilaku dan kepribadian yang abgaimana yang kita inginkan terjadi setelah siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya dari tidak bisa membaca berubah menjadi bisa membaca. Suatu kegiatan belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas berarti kegiatan tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpanganenyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk memotifasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya murid-murid terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnyasendiri.[39]
Keempat, menetapkan norma-norma atau criteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh manakeberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya.[40]
  1. Entering Behavior Siswa
Entering Behavior merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik perilaku peserta didik saat mereka mau masuk sekolah, dan mulai dengan kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku anak didik yang telah dimiliki siswa ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Karena kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara material-substansial, structural-fungsional maupun behavior
Menurut Abin Syamsuddin, Entering Behavior akan dapat diidentifikasi dengan cara sebagai berikut:
a.       Secara Tradisional, para guru mulai dengan pertanyaan tentang bahan yang akan diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
b.      Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan mampu mengembangkan instrument pengukuran prestasi belajar dengan mengadakan pra-test sebelum siswa mengikuti program belajar mengajar.
  1. Pola-Pola Belajar Siswa
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa kedalam delapan tipe, dimana yang satu merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar tersebut adalah: (1) Signal learning (belajar isyarat), (2) Stimulus-response learning (belajar stimulus/rangsangan), (3) Chaining (rangkaian/mempertautkan), (4) Verbal Association (asosiasi verbal), (5) Discrination learning (belajar kriminasi), (6) Concept learning (belajar konsep/pengertian), (7) rule learning (belajar aturan), (8) Problem solving (memecahkan masalah).[41]
5.      Pelaksanaan Strategi Belajar Mengajar
  1. Tahap-tahap pengelolaan dan pelaksanaan proses belajar mengajar
      Tahap-tahap pengelolaan dan Pelaksanaan proses belajar mengajar dapat diperinci sebagai berikut:
1)      Perencanaan, meliputi:
1)          Menetapkan apa yang mau dilakukan, kapan dan bagaimana cara melakukannya.
2)          Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target.
3)          Mengembangkan alternative-alternatif.
4)          Mengumpulkan dan menganalisis informasi.
5)          Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
2)      Pengorganisasian
1)          Menyediakan fasilitas, perlengkapan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk penyusunan kerangka yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan kerja yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
2)          Pengelompokan komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
3)          Membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
4)          Merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur.
5)          Memilih, mengadakan pelatihan dan pendidikan tenaga kerja serta mencari sumber-sumber lain yang diperlukan.
3)      Pengarahan.
1)          Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci.
2)          Memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam melaksanakan rencana dan pengambilan keputusan.
3)          Mengeluarkan instruksi-instruksi yang spesifik.
4)          Membimbing, memotivasi dan melakukan supervise.
4)      Pengawasan.
1)          Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dibandingkan dengan rencana.
2)          Melaporkan penyimpangan untuk tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar dan saran-saran.
3)          Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan.[42]


  1. Pendekatan dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam
      Pendekatan dalam mengajar secara umum ada dua. Masing masing pendekata ini dilakukan untuk melancarkan dalam proses belajar mengajar. Kedua pendekata tersebut antara lain;[43]
1)      Pendekatan Inquiri atau Pendekatan Personal
      Pandangan ini bertolak  dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini proses pembelajarn harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menarik siswa dalam belajar. Dalam hal ini juga guru harus lebih menekankan pada peran sebagai pembimbing dan pengajar, serta sebagai fasilitator belajar dan ciri utama pada pendekatan ini adalah guru mempunyai tugas untuk memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan. Pendekatan ini dapat ditempuh dengan syarat sebagai berikut
a.       Guru harus terampil dalam memilih persoalan yang relevan, kususnya yang terkait dengan akhlaq
b.      Guru harus terampil dalam menumbuhkan dalam motivasi belajar pada siswa terhadap pendidikan akhlaq
c.       Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup
d.      Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat dan berkarya
e.       Adanya parsitipasi siswa dalm kegiatan belajar
f.       Guru tidak banyak campur tangan dalam kegiatan siswa
Tahapan tahapan yang ditempuh dalam pendekatan ini;
1.  Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa
2.  Menetapkan jawaban sementara atau hipotesis
3.  Siswa mencari data fakta atau informasi untuk menjawap semua  pertanyaan
4.  Menarik kesimpulan dan generalisasi
5.  Mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi yang baru
Biasanya kegiatan dilaksanakan pada setiap tatap muka atau setiap pertemuan, baik dikelas maupun diluar kelas.
2)      Pendekatan Tingkah laku ( behavioral)
      Penekanan pada pendekatan ini terlihat pada pada teori tingkah laku, sebagai aplikasi dari teori belajar behavioristik. Dalam pendekatan ini langkah guru dalam mengajar adalah sebagai berikut;
1.       Guru menyajikan stimulus belajar pada siswa
2.       Mengamati tingkah laku siswa terhadap stimulus yang diberikan
3.       Menyediakan atau memberikan latihan latihan pada siswa
4.       Memperkuat respon siswa yang dipandang paling kuat terhadap stimulus yang diberikan.
Tahapan intruksional ini mengacu pada tujuan intruksional, yaitu rumusan pearnyatan mengenai keamamuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki atau dikuasai oleh siswa.
Dalam proses pembelajaran, untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara optimal maka dibutuhkan metode serta upaya-upaya untuk mengimplementasikan program yang sudah direncanakan, dalam hal ini metode dalam rangkaian system pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran. Ada banyak metode yang dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran, adapun untuk pemilihannya dapat diambil atau disesuaikan dengan pertimbangan- pertimbangan pemilihan strategi yang tepat.
Disisi lain pendekatan yang dapat ditempuh dalam pendidikan agama Islam antara lain dengan:
  1. Pendekatan Filsafat Islam
Pendekatan ini menekankan pada keyakinan, bahwa Islam adalah wahyu Allah yang maha Kuasa, sehingga kita tidak perlu meragukan dan yakin bahwa segala isi wahyu tersebut mengandung kebenaran yang multlak, mengandung nilai-nilai yang baik dan benar dalam membimbing manusia di dunia dan akherat, dengan demikian kita tidak hanya tunduk saja kepada perintah-Nya, akan tetapi kita harus dapat menggunakan firman-firmanNya sebagai penyuluh atau penerang yang mampu memberikan petunjuk bagi pemecahan masalah hidup kita yang kita hadapi.

  1. Pendekatan Sosiologis
Pendidikan Islam sebagai pengendali atau pengarah perilaku manusia terhadap tuntutan perubahan social, dimana iman dan taqwa menjadi landasan dalam penerapan atau pengamalannya dalam masyarakat.
Melalui proses pendidikan Islam diharapkan dapat tertanam perilaku hidup bersama sehingga tercapai cara-cara hidup yang membawa kesejahteraan dunia akherat sesuai yang dikehendaki Allah.
  1. Pendekatan Pedagogis
Pendidikan Islam merupakan kegiatan yang merupakan interaksi antara pendidik dan pesrta didik dalam rangka usaha pembentukan manusia yang berakhlak mulai, yang didalamnya terjadi kegiatan komunikasi dan interaksi antar manusia yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu dalam membentuk akhlak mulia dengan wujud perubahan tingkah laku, maka pendidikan Islam harus menggunakan tingkah laku, yaitu cara pandang peristiwa pendidikan Islam yang menekankan perubahan perilaku sebagai hasil interaksi antara pendidik dan peserta didik.
  1. Pendekatan Sistem
Cara pandang pendidikan Islam berdasarkan system dapat digambarkan sebagai proses belajar mengajar yang dipengaruhi masyarakat Islam untuk menghasilkan lulusan yang mampu berperan dalam hidupnya untuk memperngaruhi dan mengembangkan kehidupan orang Islam dalam lingkup kehidupan bangsa Indonesia.[44]
Berikut beberapa upaya dalam mengembangkan pendidikan agama Islam sebagai bentuk pengimplementasian program yang sudah ada.
1)      Penciptaan Suasana Religius
Penciptaan suasana religius di sekolah merupakan bagian dari pengembangan informal, dalam arti yang diprogram adalah lingkungannya, sarananya, atau iklimnya. Dan penciptaan suasana religius ini memiliki landasan yang kuat, setidak-tidaknya dapat dipahami dari landasan filosofis bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.[45] Seperti halnya dalam pengembangan pendidikan agama Islam, adanya nilai-nilai keimanan telah dijadikan sebagai salah satu prinsip pertama dan utama dalam mengembangkan kurikulum. Dalam artian keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya.
2)      Pendekatan Atau Interaksi Sosial
Aspek lain yang perlu diketahui dalam mengembangkan pendidikan agama Islam adalah dengan melalui pendekatan interaksi social. Pendekatan interaksi sosial adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana hubungan sosial antara siswa yang satu dengan yang lain sangat diperhatikan, dalam hal ini dapat dikatakan interaksi sosial sangatlah menekankan pada praktek sosial siswa. Pendekatan ini pada hakekatnya bertolak pada pemikiran pentingnya hubungan pribadi, dalam hal ini sebagai perkembangan akhlaq terhadap sesama, melalui interaksi sosial dengan teman, baik satu angkatan atau teman sebaya maupun teman beda angkatan.[46]
Langkah langkah yang ditempuh guru pada pendekatan ini adalah:
a.       Guru melemparkan masalah kepada siswa dalam bentuk sosial
b.      Siswa menelusuri masalah tersebut dengan bimbingan guru
c.       Siswa diberikan tugas untuk mnganalisis permasalahan tersebut yang sesuai dengan situasi siswa
d.      Dalam memecahkan permasalahan tersebut siswa diminta untuk mndiskusikannya
e.       Siswa memuat hasil diskuasi
f.       Pembahasan kembali terhadap permasalahan tersebut secara bersama sama
3)      Pelestarian Nilai-Nilai Islami
Strategi pendidikan Islam mengandung pengertian rangkaian perilaku pendidik yang tersusun secara terencana dan sistematis untuk menginformasikan, mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai Islami agar dapat membentuk kepribadian muslim seutuhnya.
Rangkaian perilaku yang terencana dan sistematis ini merupakan alur pemikiran ilmiah, yaitu tata cara berfikir yangmenghubungkan cara berfikir induktif dan cara berfikir deduktif dalam rangkan menerapkan prinsip, fakta dan konsep yang relevan dengan tujuan pendidikan Islam.
Sebagaimana difahami bahwa agama Islam adalah suatu ajaran atau petunjuk hidup yang baik dan benar dari Allah SWT untuk manusia yang disampaikan Rosulullah SAW.
Agama Islam mengandung beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Hal ini berarti bahwa sebagai suatu system, maka Islam mempunyai tiga komponen utama yaitu; isi, proses dan tujuan. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, maka untuk dapat memahami isi, proses dan tujuan pendidikan Islam ini diperlukan rancangan tata pikir yang sistematis dalam mempelajari Al-Qur’an dan hadits.[47] Dengan demikian adanya Firman-firman Allah yang diturunkan dimaksudkan agar manusia mampu mempelajari maksud, isi dan tujuan penurunan firman tersebut dengan menggunakan akal dan pikiran, yang kemudian manusia berupaya mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari
4)      Pembentukan Kepribadian Siswa.
Untuk lebih mengembangkan potensi akademik dalam kegiatan pendidikan tidak terlepas pula adanya upaya membentuk kepribadian siswa. Sebagaimana dituntut dalam tujuan pendidikan nasional, siswa bukan hanya diutamakan dalam peningkatan intelektual semata (pengembangan logika) namun juga perlu mengembangkan etika, estetika  dan praktika.
Khusus pengembangan etika, jalan yang dilalui adalah dengan pembentukan kepribadian siswa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:
a.       Mengintensifkan pelaksanaan pelajaran agama.
b.       Melaksanakan berbagai upacara.
c.       Mengutamakan kesamaptaan, dan
d.      Melaksanakan pendidikan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari.[48]
5)      Pembelajaran Alam Sekitar
Dalam strategi alam sekitar ini ada beberapa prinsip yang ada didalmnya, diantaranya adalah sebagai berikut
a.       Guru dapat memperagakan langsung ilmu yang diberikan, contohnya masalah Akhlaq.
b.      Dalam strategi ini anak didik dituntut untuk selaku aktif dan bekerja, tidak hanya dduduk dan menulis serta mendengar saja
c.       Strategi ini memungkinkan adanya pengajaran totalitas
d.      Model ini memberikan kepada siswa bahan yang apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak verbalitas
e.       Peangajaran ini memberikan apersepsi emosional yang tinggi
Dalam pengajaran alam sekitar ini anak dibawa untuk tetap bisa mengetahui barang atau teori sekaligus prakteknya secara langsung, pengajaran dalam hal ini tidak selalu mengaju pada pengajaran selanjutnya atau materi yang telah ada akan tetapi jauh lebih meluas pada materi yang lain yang bersifat umum.[49]
6)      Pembelajaran Pusat Perhatian
 Dalam model pembelajaran ini penekanannya pada maxsimalanya penggunana sekolah sebagai pusat dari pada pendidikan anak. Dalam hal ini sekolah sebagai laboratorium guna mengadakan penyelidikan demi kebaikan sistem pendidikan dan pengajaran. Dalam pendekatanm ini terdapat poin penting yang menjadi ciri kusus
b.       Sekolah berhubungan nlangsung dengan alam sekitarnya
c.       Pendidikan dan pembelajaran didasarkan atas perkembangan anak.
d.      Sekolah kerja
e.       Pendidikan yang fungsional dan praktis
f.        Pendidikan bersifat kesosialan dan kesusilaan
g.       Kerjasama antar rumah dan sekolahan
h.       Ko edukasi
i.         Mempergunakan alat baru dalam pendidikan oleh siswa sendiri
7)      Pembelajaran Sekolah Kerja
Dalam pembelajaran model ini sekolah berkewajiban menyiapkan dan mencetak warga negara yang baik, sesuai dengan aturan yang ada. Dalam prakteknya seorang guru terjun langsung bekerja, membimbing, mengarahkan dan memberi dorongan kepada anak didik secara langsung.
8)       Pembelajaran Individual
Dalam model ini secara umum penngajaran ditekankan pada peran individu individu secara terpisa dalam artian pemberian tugas, seorang anak diberikan tugas untuk dikerjakan sendiri meskipun tiap anak diberikan tugas yang sama atau sejalan. Biasanya bentuk ini berupa modul, independent study, dan lain sebagainya
9)      Pembelajaran Klasikal
Dalam model pembelajaran ini, pada umumnya pemberian materi ajaran oleh guru kepada siswa berupa materi secara bersama, sesuai dengan tingkatan kelas kelas yng ada, biasanya diberikan dengan berceramah didepan kelas. Dalam model ini mencerminkan kemampuan guru secara penuh dalam menguasai kelas, hal ini disebabkan keefesienan dalam pembelajaran ini, secara bersama sama
10)  Kontruktivis Dalam Mengajar
 Dalam hal ini ditekan kan prinsip bahwa pembelajaran diutamakan diluar kelas atau diluar sekolah, dimana pengetahuan yang diperoleh siswa banyak didapat dari luar sekolah atau di lingkungan sekitar. Dalam hal ini pengarahan dilakukan oleh guru secara langsung akan tetapi setiap sesuatu yang menambah pengetahuan siswa adalah guru dalam arti yang luas.[50]
6.      Strategi Pendidikan Islam
Dalam era globalisasi ini selalu terjadi prubahan yang cepat dan keadaan tidak menentu, sehingga sangat memerlukan peran pendidikan Islam. Pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan ini, yaitu disatu pihak dituntut untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan nilai-nilai baru sebagai akibat dengan perkembangan iptek, sedangkan pada pihak lain pendidikan Islam harus mempertahankan konsep perwujudan rahmatan lil-alamin. Oleh karena itu strategi pengembangan pendidikan Islam harus merumuskan tujuan pendidikan Islam sendiri yang kemudian mengikuti langkah-langkah yang telah ditetapkan sebelumnya, antara lain menggunakan metode mendidik yang sesuai.
Demikian pendidikan Islam dengan strateginya yang khas akan menghadapi tantangan itu dengan cara:
  1. Mengusahakan nilai-nilai Islam dalam pendidikan Islam menjadinketentuan standar atau baku bagi pengembangan moral atau akhlak masyarakat yang selalu mengalami perubahan itu.
  2. Mengusahakan peran pendidikan Islam mengembangkan moral atau akhlak peserta didik sebagai dasar pertimbangan dan pengendali tingkah lakunya dalam menghadapi norma sekuler.
  3. Mengusahakan norma Islam mampu menjadi pengendali kehidupan pribadi dalam menghadapi goncangan hidup dalam era globalisasi ini sehingga para peserta didik mampu menjadi sumber daya insani yang berkualitas atau bermutu.
  4. Menusahakan nilai-nilai Islami dapat menjadi pengikat hidup bersama dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam yang kokoh dengan tetap memperhatikan lingkup kepentingan bangsa.
  5. Mengusahakan hilangnya sifat ambivalensi pendidikan Islam agar tidak timbul pandangan yang dikotomis, yakni pandangan yang memisahkan secara tajam antara tujuan ilmu dan agama, sementara ilmu merupakan alat yang utama dalam menjangkau kebenaran yang menjadi tujuan agama.[51]
7.      Langkah-Langkah Pelaksanaan Pendidikan Islam[52]
  1. Pengenalan.
Dalam kegiatan pengenalan ini pendidik memberikan gambarab yang jelas tentang hal yang akan dibahas atau dipelajari, baik dengan metode ceramah atau Tanya jawab. Ini berguna untuk memperoleh informasi dan mendalam bahan pelajaran yang disajikan pendidik.
  1. Pembiasaan Keutamaan.
Pendidikan Islam mempunyai tugas untuk membina dan membentuk sikap serta kepribadian peserta didik yang dilaksanakan dalam ruang lingkup proses pengaruh mempengaruhi agar terbentuk kemampuan kogitif, psikomotorik, dan afektif yang diharapkan. Jadi sasaran pendidikan Islam adalah internalisasi atau penghayatan nilai-nilai yang utama berlandaskan iman dan taqwa kepada Allah, dan hal ini dapat terjadi dengan pembiasaan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
  1. Keteladanan.
Keteladanan mempunyai peran yang penting karena memperkenalkan model-model perilaku yang baik kepada peserta didik. Dengan mengenal model yang baik ini diharapkan dapat menimbulkan pemahaman terhadap system nilai hidup yang baik dan benar sebagai motivasi bagi peserta didik untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma hidup yang berlaku seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah SAW.
  1. Pengahayatan Nilai-Nilai.
Pengahayatan adalah suatu jenis proses belajar yang memberi motivasi seseorang untuk mengamalkan nilai-nilai tertentu dalam wujud perbuatan atau tingkah lakuy yang terpuji. Hal ini berarti bahwa penghayatan nilai-nilai Islam dapat memimpin peserta didik agar menggunakan hati dan akalnya dalam mencari kebenaran, seingga pesrta didik akan menginsyafi bahwa segala yang hidup ini meruapakn keseluruhan yang selaras dan seimbang, tunduk kepada sunnatullah.
  1. Pengamalan Nilai-Nilai Islami.
Setelah peserta didik menghayati nilai-nilai Islam maka selanjutnya diupayakan untuk mencapai akhlak terpuji dengan mengamalkan nilai-nilai Islam. Seperti penggunaan metode diskusi yang lebih menekankan pada nilai-niali kerjasama.
  1. Penelitian.[53]
Kegaiatan ini mengacu pada penelitian ilmiah. Melalui penelitian Pendidikan Islam ini pesrta didik dilatih untuk memcahkan masalah dengan menggunakan metode Inquiry Discovery (mencari dan menemukan) dan Problem Solving (pemecahan masalah). Yaitu suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, analitis menuju kesimpulan yang meyakinkan. Dari sini pesrta didik diharapkan mampu menemukan nilai-nilai ajaran agama Islam yang haq atau meyakinkan untuk dijadikan pilar-pilar penyangga kehidupannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian dapat menumbuhkan kemauan untuk melestarikan nilai-nilai Islami dalam wujud mentaati janji, kesanggupan, tanggung jawab dan kebenaran moralitasnya yang dapat menciptakan keselarasan, keselamatan dan kesejahteraan hidup dunia akherat.
B. Pertimbangan Pemilihan Strategi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berfikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.
1)      Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
·         Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, atau psikomotorik?
·         Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah?
·         Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis?
2)      Pertimbanagn yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:
·         Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hokum, atau teori tertentu?
·         Apakah untuk mempelajari materi pemebelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak?
·         Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu?
3)      Pertimbangan dari sudut siswa.
·         Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa?
·         Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa?
·         Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa?
4)      Pertimbangan-pertimbangan lainnya.
·         Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja?
·         Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan?
·         Apakah strategi itu memiliki nilai efektifitas dan efidiensi?
Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan bahan pertimbanagn dalam menetapkan strategi yang ingin diterapkan.[54]

C.  Pola Pengembangan Pendidikan Agama Islam
Pola Pembelajaran adalah model yang menggambarkan kedudukan serta peran guru dan pelajar dalam proses pembelajaran. Pada awalnya, pola pembelajaran didominasi oleh guru sebagai satu-satunya sumber belajar, penentu metode belajar, bahkan termasuk penilai kemajuan belajar pelajar. Kondisi tersebut tampak pada pola pembelajaran sebagai berikut:[55]
 



Perkembangan pembelajaran telah mempengaruhi pola pembelajaran. Guru yang semula sebagai satu-satunya sumber belajar, peranannya mulai dibantu media pembelajaran sehingga proses pembelajaran tampak berubah lebih efisien. Pola ini dapat diamati pada diagram berikut :
 



Pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, kuranglah memadai kalau sumber belajar hanya berasal dari guru atau berupa media buku teks atau audio visual. Kondisi ini mulai dirasakan perlu ada cara baru dalam mengkomunikasikan pesan verbal maupun nonverbal. Kecenderungan pembelajaran dewasa ini adalah sistem belajar mandiri dalam program terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar secara khusus yang memungkinkan dapat dipergunakan pelajar secara langsung. Sumber belajar jenis ini lazimnya berupa media yang dipersiapkan oleh kelompok guru dengan tenaga ahli media sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Guru dan ahli media berinteraksi dengan pelajar berdasarkan satu tanggung jawab bersama. Pola pembelajaran jenis ini dapat dicermati pada diagram berikut:[56]
 






Dalam diagram tersebut terlihat kerjasama guru dengan guru ahli media, sangat membantu kegiatan belajar pelajar dan di sisi lain peran guru dalam pembelajaran terbantu oleh penggunaan media pembelajaran.
Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan kualitas tenaga guru yang profesional, salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah dengan membekali para guru agar mampu mengembangkan berbagai media pembelajaran. Guru dapat mempersiapkan bahan pembelajaran yang sistematis dan terprogram seperti buku ajar, modul atau media lain yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pelajar akan lebih mandiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
 


Keempat pola dasar pembelajaran tersebut masih mungkin dikombinasikan supaya proses pembelajaran sebagai suatu sistem dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien. Kombinasi keempat pola dasar pembelajaran tersebut dapat diamati pada diagram berikut :[57]


 






Dari diagram tersebut tampak sekali bahwa pola pembelajaran dapat dijalani melalui interaksi antara guru, guru media (media berfungsi guru), dan guru dengan media dengan pelajar. Sumber belajar bagi pelajar bisa berupa guru,media yang dirancang oleh guru, dan guru dengan media yang merupakan suatu sistem dalam proses pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, kombinasi keempat pola dasar pembelajaran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :


 





Dalam praktiknya tidak ada pola pembelajaran yang baku dan dapat digunakan dalam berbagai kondisi pembelajaran. Berbagai pola tersebut saling berbaur dan melengkapi satu dengan yang lainnya. Secara operasional, penerapan pola pembelajaran tersebut mempunyai ciri pokok, antara lain :
a.       Fasilitas fisik sebagai perantara penyajian informasi.
b.       Sistem pembelajaran dan pemanfaatan fasilitas yang merupakan komponen terpadu.
c.       Adanya pilihan yang memungkinkan terjadinya (1) perubahan fisik tempat belajar, (2) hubungan guru dan pelajar yang dibantu media, (3) aktifitas peserta didik yang lebih mandiri, (4) perlunya kerjasama lintas disiplin ilmu seperti ahli instruksional, ahli media pembelajaran, (5) perubahan peranan dan kecakapan mengajar, dan (6) keluwesan waktu dan tempat belajar.[58]
Dari model seperti itu selain ditunjang dengan adanya media ataupun sumber belajar lain, disini kebeadaan guru juga harus bisa menyeimbangkan antar materi yang akan disampaikan dengan keahlian yang dimiliki, karena hal ini sangat membantu dalam proses pembelajaran.

D. Arah Pengembangan Pendidikan Agama Islam
Di dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa “tujuan Tuhan menciptakan jin dan manusia adalah agar mereka menyembah kepada-Nya” ibadah itu menckup segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, baik berupa amal perbuatan, pemikiran ataupun perasaan, yang senantiasa ditujukan/diarahkan kepada Allah SWT. Tujuan Tuhan menciptakan manusia ini kemudian dijadikan sebagai tujuan akhir dari kegiatan pendidikan Islam.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para Ulama’ berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah “untuk beribadah kepada Allah SWT. Misalnya :
1.       Dr. Muhammada Munir Mursyi, dalam bukunya Al-tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-‘Arabiyah menyatakan “wa tuhdafu al-Tarbiyah al-Islamiyah ila tansyi’ah al-Insan alladzi ya’budullaha wa yahsyahu” (pendidikan Islam itu diarahkan kepada peningkatan manusia yang menyembah kepad Allah dan takut kepada-Nya).
2.       Dr. Ali Asyraf, dalam bukunya “New Horizon in Muslim Educatian” menyatakan bahwa para sarjana muslim yang bertemu di Konferensi Dunia Pertama tentang pendidikan Islam, mereka berpendapat: “The Ultimate aim of muslim education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of the individual, the community and humanity at large” (Tujuan akhir dari pendidikan Islam terletak pada perwujudan penyerahan diri atau ketundukan yang mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya).
3.       Dr. Abdul Fattah Jala, dalam bukunya “Min al Ushul al-Tarbawiyah fi al-Islam menyatakan: “Kana al-Hadaf al-Kulli li al-Tarbiyah fi al-Islam i’dadu al-Insan al-‘Abid alladzi tanthabiqu ‘alaihi shifat allati athlaqqaha Allah Subhanahu wa Ta’ala ‘Ibad al-Rahman” (Tujuan umum pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia yang beribadah atau ‘Abid, yaitu manusia yang memiliki sifat-sifat yang diberikan oleh Allah SWT kepada Ibadurrahman atau hamba Allah yang mendapat kemuliaan).[59]
Sifat-sifat Hamba Allah yang mendapat kemuliaan itu secara terperinci dijelaskan dalam Q.S Al Furqan 63-77
ûïÏ%©!$#ur šcqä9qà)tƒ $oY­/u ó=yd $oYs9 ô`ÏB $uZÅ_ºurør& $oYÏG»­ƒÍhèŒur no§è% &úãüôãr& $oYù=yèô_$#ur šúüÉ)­FßJù=Ï9 $·B$tBÎ) ÇÐÍÈ
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

E. Konsep Prestasi Belajar
1.      Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni prestasi dan belajar. Antara prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum penulis membahas pengertian prestasi belajar, maka penulis akan memberikan pengertian prestasi dan belajar. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan dalam  memahami lebih mendalam tentang pengertian tersebut.
Prestasi belajar terdiri dari dua kata yang mempunyai pengertian sendiri-sendiri yakni prestasi dan belajar, tetapi dalam pembahasan ini kedua kata tersebut sangat berhubungan.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari suatu usaha yang telah dikerjakan,[60] menurut Zainal Arifin berasal dari kata prestatie bahasa Belanda yang berarti “hasil usaha”. Jadi prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar.[61]
Menurut Nasru Harahap prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum. Sedangkan Menurut Djamarah prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, dan diciptakan, baik secara individual maupun kelompok.[62]
Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukan para ahli diatas, jelas terlihat perbedaan pada kata-kata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu dapat dipahami, bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.
Dari pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli diatas, mempunyai inti yang sama yaitu hasil yang dicapai dari suatu kegiatan.
Dengan demikian, dapat diambil pengertian yang cukup sederhana mengenai hal ini, yakni sebagaimana dikemukakan oleh Djamarah bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.[63]
Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dari kegiatan yang digeluti maka seseorang mendapatkan prestasi. Dalam hal ini berhasil atau gagalnya tujuan belajar adalah terletak pada dirinya sendiri. Maka dirinya sendirilah yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan belajar agar berhasil. Andai kata mengalami kegagalan maka akibat yang memikulnya adalah dirinya sendiri, tidak mungkin perbuatan-perbuatan belajar dilakukan oleh orang lain, orang tua, guru, teman. Orang lain hanya sebagai petunjuk saja. Yang memberikan dorongan dan bimbingan yang diberikan serta untuk selanjutnya dipelajari sendiri dengan mengolah, menyimpan dan memanifestasikan serta menerapkannya. Oleh karena itu kesuksesan ini terletak pada diri sendiri (pelajar). Sudah barang tentu faktor kemauan, minat, ketekunan, tekad untuk sukses, cita-cita yang tinggi merupakan unsur-unsur mutlak yang bersifat mendukung usahanya.
Hasil belajar dan penguasaan ini diketahui melalui pengukuran atau tes dan penelitian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul-simbul, sehingga dapat diketahui pencapaian belajar, yang sering disebut dengan prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Dra. Sutratinah Tirtonegoro yang memaparkan sebagai berikut: “kualitas prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta peralatan usaha belajar. Kualitas belajar disini adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.[64]
Jadi pengertian kualitas prestasi belajar adalah mutu yang terdapat dalam penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang telah dilakukan oleh manusia secara sadar dalam mengajarkan, membimbing, melatih, membina, dan mendidik manusia menuju kesempurnaan serta kedewasaan dalam hidup dan kehidupan. Yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.
Sementara itu kata yang kedua adalah belajar. Belajar menurut Slameto adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Hamalik belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman[65]. Dan menurut Djamarah belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Agar kita bisa lebih jelas mengetahui arti dari belajar, ada beberapa ciri perubahan tingkah laku dalam belajar, antara lain:
a.       Perubahan yang terjadi secara sadar, yaitu individu menyadari akan terjadinya perubahan dalam dirinya.
b.       Perubahan dalam belajar yang bersifat kontinyu dan fungsional, yaitu perubahan yang terjadi secara terus-menerus dan dinamis, hal ini banyak membawa manfaat dalam kehidupan individu.
c.       Perubahan dalam belajar yang bersifat posesif dan aktif, yaitu perubahan yang senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
d.      Perubahan dalam belajar yang bukan bersifat sementara, yaitu perubahan yang bersifat sementara tetapi perubahan yang terjadi adalah setelah belajar dan bersifat permanen dan menetap.
e.       Perubahan yang  terarah dan bertujuan, yaitu perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai.
f.        Perubahan yang mencakup seluruh aspek tingkah laku, yaitu hasil belajar yang mencapai pada perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan.       
Setelah menelusuri uraian diatas, maka dapat dipahami mengenai kata prestasi dan belajar. Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktifitas. Sedangkan belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu, yakni perubahan tingkah laku  yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Prestasi belajar banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal)[66]. Oleh karena itu, seorang guru haruslah kompeten didalam memilih metode pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan. Salah satu metode yang cukup relevan terhadap penyampaian materi khususnya yang dapat dipraktekkan oleh siswa adalah metode demonstrasi dan pemberian tugas. Adapun faktor-faktor yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)       Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal)
1)      Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini adalah panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti mengalami sakit, cacat fisik/tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna serta adanya kelelahan.
Kondisis kesehatan fisik yang sehat, sangat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar terutama yang berkaitan dengan konsentrasi, sebagaimana Hasbullah Thabrani berpendapat bahwa: kesekatan diri sangat mempengaruhi segala aktifitas kita, baik aktifitas fisik maupun mental. Jika anda menderita, anda kurang bisa berkonsentrasi dengan baik, adakah anda sakit, ini juga dapat mengganggu konsentrasi anda.[67]
Dengan demikian anak yang kurang sehat karena kurang gizi, dapat memberi pengaruh pada daya tangkap dan kemampuan belajarnya menjadi kurang, selain itu juga, adanya gangguan pada organ tubuh yang lemah, seperti pusing kepala atau yang lainnya, maka hal ini akan dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya akan kurang bahkan tidak berbekas.[68]
2)      Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas: a) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki. b) Faktor non-intelektif yaitu unusr-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
3)      Faktor kematangan fisik maupun psikis.
b)      Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) 
Faktor eksternal ini merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yang bersumber dari luar diri seseorang. Menurut Singgih D. Gunarsa[69], ada beberapa hal yang mempengaruhi kualitas prestasi belajar siswa, yaitu:
1)      Faktor Lingkungan keluarga
Kondisi lingkungan keluarga sangat menentukan hasil belajar seseorang. Yaitu adanya hubungan yang harmonis dalam keluarga, tersedianya fasilitas belajar, keadaan ekonomi yang cukup, suasana yang mendukung dan perhatian orang tua terhadap perkembangan proses belajar anak.
Hal ini dapat diklasifikasikan menjadi lima golongan, yaitu:
a)       Cara mendidik anak
Setiap keluarga memiliki spesifikasi dalam mendidik anak, ada yang secara diktator, demokratis dan acuh tak acuh, yang mana hal ini akan mempengaruhi kualitas prestasi belajar siswa tersebut.
b)      Hubungan orang tua dan anak
Ada bermacam-macam hubungan orang tua dan anak, ada yang dekat sekali, sehingga kadang-kadang mengakibatkan anak menjadi bergantung ataupun manja, ada yang acuh tak acuh, sehingga dalam diri anak timbul reaksi frustasi, ada pula yang jauh, karena orang tua yang terlalu keras terhadap anak sehingga menghambat proses belajar, serta anak selalu diliputi ketakutan yang terus menerus.
c)       Sikap orang tua
Anak adalah gambaran dari orang tua, karena sikap orang tua tidak dapat kita hindari. Sehingga sikap orang tua juga menjadi contoh bagi si anak.
d)      Ekonomi keluarga
Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan keluarga. Keharmonisan hubungan orang tua dan anak kadang-kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi, demikian pula faktor keberhasilan seseorang, namun faktor ekonomi keluarga ini pengaruhnya bersifat tidak mutlak.
e)       Suasana dalam keluarga
Suasana dalam rumah tangga berpengaruh dalam membantu belajar bagi anak. Apabila suasana rumah itu selalu gaduh, tegang, sering ribut dan bertengkar, akibatnya anak tidak dapat belajar dengan nyaman, karena belajar membutuhkan ketenangan dan konsentrasi.
2)      Faktor Lingkungan Sekolah.
Kondisi lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi kondisi belajar antara lain: adanya guru yang cukup memadai, peralatan belajar yang cukup lengkap serta gedung yang cukup memenuhi syarat untuk belajar.
Faktor lingkungan sekolah mempunyai pengaruhyang sangat besar pula, karena hampir sepertiga dari kehidupan anak sehari-hari berada di sekolah. Faktor lingkungan sekolah yang dapat menunjang keberhasilan belajar anak, disamping gedung, guru dan anak, juga semua faktor lain yang ada di sekolah, seperi: faktor cara penyampaian pelajaran, faktor antara guru dan siswa, faktor asal sekolah, faktor kondisi gedung, serta kelas harus memenuhi syarat belajar dan kedisiplinan yang diterapkan oleh sekolah yang bersangkutan.[70]
3)      Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor masyarakat disebut juga sebagai faktor lingkungan sekitar anak dimana dia berada, hal ini juga memberikan pengaruh terhadap keberhasilan belajar anak. Faktor ini dibagi menjadi tiga macam, antara lain:
a)       Faktor Media Masa, termasuk semua alat-alat media masa, buku-buku, film, video casette dan sebagainya, yang dapat dimanfaatkan secara positif sebagai penunjang belajar siswa, namun juga bisa berdampak negatif bila disalah gunakan. Karena itu kewajiban dan perhatian orang tua dan guru sangat diperlukan untuk mengendalikan mereka.
b)      Faktor Pergaulan, teman bergaul dan aktifitas dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang dapat membantu keberhasilan dalam belajar siswa, sehingga dalam hal ini siswa harus dapat membagi waktu untuk belajar. Bila tidak dapat demikian, maka aktifitas anak tersebut dapat mengganggu pelajarannya, sehingga perhatian orang tua sangat diperlukan untuk terus dan selalu mengawasinya.
c)       Tipe keluarga, seperti pendidikan, jabatan orang tua anak itu akan memberikan pengaruh dalam perkembangan siswa.[71]
Jadi lingkungan dapat menunjang keberhasilan belajar siswa untuk memperoleh kualitas prestasi belajar yang bisa juga diperoleh melalui lembaga pendidikan non-formal, sanggar majlis taklim, organisasi agama maupun karang taruna.
4)      Faktor Cara Belajar yang Salah
a)       Cara pembagian waktu belajar yang tepat. Belajar membutuhkan keteraturan, ketekunan yang terus menerus. Bila anak belajar pada saat hampir menghadapi ulangan saja, maka bahan pelajaran yang telah diterimanya akan kurang bisa dikuasi, sehingga hal ini akan mempengaruhi hasil belajarnya.
b)      Cara belajar yang salah. Materi yang dipelajari mempunyai cara-cara tertentu didalam mempelajarinya, ada yang dengan menghafal, ada pula yang dimengerti dengan latihan atau praktek. Hubungan materi yang dipelajari dengan materi lainnya, serta bahan yang dipelajari hanya berhenti pada apa yang ditulis di bukunya dan tidak berkembang.
c)       Waktu istirahat. Belajar tanpa istirahat dan belajar dalam keadaan lelah, tidak akan membawa hasil yang optimal, karena dalam keadaan lelah baik pikiran maupun fisiknya, maka keadaan itu akan dapat mengganggu konsentrasi belajar.
d)      Tugas rumah yang terlalu padat. Anak akan mengalami kesulitan dalam pelajarannya, bila tugas di rumah yang dipikulnya terlalu banyak dan meminta banyak waktu dan perhatian, dan waktu belajar yang sempit, maka dimungkinkan anak akan mengalami kelelahan dalam belajar. Dalam hal ini ketepatan membagi waktu sangat diperlukan.
Selain faktor-faktor tersebut, faktor eksternal lain yang juga mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya adalah:
1)      Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan kesenian.
2)      Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.
3)      Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
Demikianlah, beberapa faktor internal dan eksternal yang berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar siswa. 
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui test prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya test prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam  jenis penilaian sebagai berikut:
a)       Test Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur setiap satuan bahasan tertentu dan bertujuan hanya untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap satuan bahasan tersebut.



b)      Test Subsumatif
Penilaian ini meliputi sejumlah bahan pengajaran atau satuan bahasan yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat prestasi belajar siswa.
c)       Test Sumatif
Penilaian ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar tertentu. Selain itu evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun dan hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa.[72]
Pada bagian lain, pengukuran keberhasilan belajar dapat dilihat dengan mengevaluasi prestasi belajar siswa pada tiga ranah, yaitu ranah cipta, ranah rasa, dan ranah karsa.
1)      Evaluasi prestasi kognitif. Untuk mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif (ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan.
2)      Evaluasi prestasi afektif. Salah satu bentuk tes ranah rasa yang populer adalah skala likert (Likert Scala) yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/sikap orang. Bentuk skala ini menampung pendapat yang mencerminkan sikap sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju, dapat pula mencerminkan sikap-sikap mulai sangat “ya” sampai “sangat tidak”.
3)      Evaluasi prestasi psikomotorik. Adapun cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor ini adalah observasi. Observasi dalam hal ini dapat diartikan sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku atau fenomena lain dengan pengamatan langsung, namun observasi ini harus dibedakan dengan eksperimen, karena eksperimen umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.[73]
Dalam evaluasi pendidikan Islam, tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai. Sebagaimana kita ketahui bahwa kurikulum mengandung materi pelajaran yang tersusun dalam program dan diproses dengan berbagai metode yang sesuai menuju suatu pendidikan yang maksimal, kita sebut produk kependidikan Islam atau out put kependidikan Islam.
Evaluasi dalam pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologi dan spiritual-religius, karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.
Sasaran dari evaluasi pendidikan agama Islam secara garis besarnya meliputi empat kemampuan dasar anak didik yaitu:
a)       Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
b)      Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
c)       Sikap dan pengamalan terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
d)      Sikap dan pandangan terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakat serta selaku khalifah di muka bumi.
Keempat kemampuan dasar tersebut dijabarkan dalam klasifikasi kemampuan tehnik sebagai berikut:
a)       Sejauh mana loyalitas dan kesungguhannya untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan dengan indikasi-indikasi lahiriah berupa tingkah laku yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
b)      Sejauh mana dan bagaimana ia selaku manusia hasil pendidikan Islam mampu menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat seperti berakhlaq mulia dalam pergaulan.
c)       Sejauh mana ia berusaha mengelola dan memelihara serta menyesuaikan dirinya dengan alam sekitar, apakah ia merusak lingkungan hidup, apakah ia mampu mengubah lingkungan sekitar menjadi bermakna bagi kehidupan diri dan masyarakat.
d)      Sejauh mana ia sebagai muslim memandang dirinya sendiri berperan sebagai hamba Allah yang harus hidup menghadapi kenyataan dalam masyarakat yang beraneka macam budaya, suku, serta agama.
3.      Langkah Peningkatan Prestasi[74]
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, usaha dalam meningkatkan prestasi sekolah terus digalakkan dalam upaya meningkatkan mutu, dengan prinsip bahwa setiap sekolah berkesempatan untuk menampilkan keunggulannya. Ada empat langkah yang dapat ditempuh oleh setiap sekolah untuk meningkatkan prestasi sekolah. Keempatnya adalah School Review, Quality Assurance, Quality Control, dan Bechmarking.
  1. School Review
School Review adalah proses yang di dalamnya seluruh komponen sekolah bekerja sama dengan pihak-pihak yang relevan, khususnya orang tua siswa dan tenaga professional untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas kebijaksanaan sekolah, program pelaksanaannya, serta mutu lulusannya. Dengan School Review diharapkan akan dapat ditemukan jawaban atas pertanyaan dibawah ini.[75]
1)      Apa yang hendak dicapai oleh sekolah sesuai dengan tuntutan orang tua dan masyarakat.
2)      Apa yang perlu dilaksanakan sekolah dalam tiga atau empat tahun mendatang.
3)      Bagaimana hasil pencapaian belajar.
4)      Faktor-faktor apa yang menghambat pencapaian belajar siswa secara maksimal.
5)      Faktor-faktor apa yang memungkinkan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa.
Secara hakikat School Review diharapkan akan dapat menghasilkan suatu laporan yang membeberkan tentang kelemahan, kekuatan dan prestasi sekolah serta memberikan rekomendasi untuk penyusunan perencanaan strategis pengembangan sekolah pada masa-masa mendatang.
  1. Quality Assurance
Dari data tentang School Review itu, kita dapat berusaha untuk melangkah agar rata-rata kondisi guru lebih baik, langkah tersebut dapat ditempuh dengan Quality Assurance. Quality Assurance bersifat proses oriented. Asumsinya, jika proses yang ideal telah ditempuh dalam suatu kegiatan, maka dapat diharapkan out putnya akan maksimal pula.
  1. Quality Control
Quality Control adalah suatu system untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas out put yang tidak sesuai dengan standar. Standar kualitas ini bersifat relative dan dapat diciptakan oleh masing-masing sekolah.
  1. Benchmarking
Benchmarking merupakan kegiatan untuk menetapkan suatu standar baik proses maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Untuk kepentingan praktis standar tersebut direfleksikan dari realitas ada.
Langkah-langkah Benchmarking:
1)      Memilih sekolah yang mempunyai aktivitas dengan indicator yang lebih baik, sebagai standar.
2)      Membandingkan indicator sekolah sendiri dengan indicator sekolah yang baik (lain).
3)      Menetapkan gap antara indicator sendiri dengan indicator yang baik (sekolah lain). Tujuannya untuk mendapatkan perbedaan antara keadaan sekolah sendiri dengan sekolah standar.
4)      Menentukan sasaran dan target yang akan dicapai dalam jangka waktu tiga atau empat tahun mendatang.
5)      Merumuskan cara-cara agar skor indicator sekolah sendiri meningkat mendekati skor sekolah yang baik (sekolah lain).
6)      Menyusun program[76]




[11] Drs. Muhaimin, M.A, et.al. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm 214
[12] Syaiful Bahri Djamaroh, Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka cipta. 2002) hlm 5
[13] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 124
[14] Ibid,.
[15] Ibid,.
[16] Abu Ahmadi, Strategi, Drs. Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung; Pustaka Setia, 1997), hlm.11
[17] Ibid, hlm 12
[18] Syaiful Bahri Djamaroh, Aswan Zain, Op. Cit., hlm: 46
[19] Ibid, hlm. 48
[20] Syaiful Sagala. Konsep Dan Makna Pembelajaran  ( Bandung: Alfabeta, 2005), hlm 55
[21] Ibid, hlm 56
[22] Ibid,.
[23] Ibid, hlm 57
[24] Ibid, hlm 58
[25] Ibid,.
[26] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Op. Cit., hal 57
[27] Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 105
                 [28] Ibid  42
[29] Syaiful Sagala, Op.,Cit, hlm. 224
[30] Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Op. Cit., hlm.76.
[31] Syaiful Bahri Djamaroh, Op, Cit., 11
[32] Ibid, hlm 45
[33] Drs. Muhaimin, M.A, et.al. Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm 75
[34] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991; 232
[35] Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm 11
[36] Ibid, hlm 29
[37] Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-dasar Kependidikan Islam (Surabaya: Abditama, 1996), hlm 58
[38] Syaiful Sagala, Op. Cit., hlm. 222.
[39] Ibid, hlm 223
[40] Ibid., hlm 224
[41] Ibid, hlm 12
[42] Drs. H. Abu Ahmadi, Drs. Joko Tri Prasetya, Op. Cit.,  hal 33
[43] Muhibbin Syah. Op. Cit.,  hlm 116
[44] Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-dasar Kependidikan Islam (Surabaya: Abditama, 1996), hlm 151
[45] Muhaimin,M.A, Op., Cit, hlm 56
[46] Syaiful Sagala. Op. Cit.,  hlm179
[47] Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, Op. Cit., hlm. 130
[48] Nursisto, Peningkatan Prestasi Belajar Sekolah Menengah (        : Insan Cendekia, 2002), hlm 122
[49] Ibid, hlm 180
[50] Ibid, hlm 188
[51] Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, OP. Cit., hlm. 127
[52] Ibid.,
[53] Ibid, hlm 154
[54] Wina Sanjaya, Op. Cit., hlm. 128
[55] Drs. Muhaimin, MA,et.al, Paradigma Pendidikan Islam, (Remaja Rosdakarya, Bandung 2004), hlm 156
[56] Ibid, hlm 157
[57] Ibid, hlm 158
[58] Ibid.,
[59] Drs. Muhaimin, MA,et.al, Loc. Cit., hlm 48

[60] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm 895
[61] Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Prosedur (Bandung: Remaja Karya, 1988), hlm 123
[62] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 19
[63] Ibid, hlm 23
[64] Dra. Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya (Jakarta: Bina Aksara, 1984), hlm 43
[65] Prof. Dr. Oemar Hamalik, Prose Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm 27
[66] A. Mursal, H.M. Taker, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan (Jakarta: Al-Ma’arif, 1981), hlm 50
[67] Hasbullah Thabrani, Rahasia Sukses Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 34
[68] Muhibbin Syah, Op. Cit., hlm. 132
[69] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: Gunung Agung, 1991), hlm. 131
[70] Ibid, hlm 131
[71] Ibid, hlm 134
[72] Muhibbin Syah, Op. Cit., hlm. 144
[73] Ibid, hlm 156
[74] Nursisto, Peningkatan Prestasi Belajar Sekolah Menengah (        : Insan Cendekia, 2002), hlm 151
[75] Ibid., hlm 155
[76] Ibid, hlm 157

Komentar