JUMLAH MUFIDAH :
JUMLAH
ISMIYAH DAN JUMLAH FI’LIYAH
Disusun untuk
memenuhi salah satu tugas
mata kuliah
Bahasa Arab
DOSEN PENGAMPU:
Mohammad Anang Firdau, M.Pd.I

Disusun oleh :
Abdul Kholik (932128013)
JURUSAN SYARI’AH
PRODI PERBANKAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Dalam
perjalanan dewasa ini, kita senantiasa di buat bingung oleh
pengertian- pengertian dari bahasa arab Al-Qur’an dan Hadits yang memakai
atau menggunakan bahasa Arab standar sesuai dengan kaidah-kaidahbahasa Arab
.Bahasa Arab adalah Bahasa Al-Qur’an. Salah satu pembahasan dalam ilmu nahwu
yang sangat mendasar adalah mubtada’ dan khabar. sebaiknya mengetahui terlebih
dahulu bahwa kalimat , baik kalimat sempurna maupun tidak dalam bahasa arab
terbagi menjadi dua, yaitu Jumlah Ismiyah adalah kalimat yang didahului oleh
isim yang berada di awal kalimat tersebut dinamakan Mubtada dan bagian
yang melengkapinya di namakan Khabar yang mana hukum nya
dalam I’rab harus mengikuti Mubtada. Dan Jumlah Fi’liyah, yaitu kalimat yang di
dahului oleh fi’il.
Sebagaimana yang kita
ketahui, mubtada’ dan khabar salah satu unsur terpenting dalam konteks bahasa arab. Mubtada dan Khobar adalah
bentuk kalimat yang saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga belumlah
menjadi kalimat yang sempurna jikalau mubtada belum dilengkapi oleh khobar. Di dalam Bahasa Arab, keberadaan nominal menjadi sangat mutlak karena dalam penggunaan bahasa arab, kita senantiasa
menggunakannya. Adapun contoh dari nominal yang seringkali digunakan adalah
mubtada’ dan khobar. Akan tetapi dalam perjalanan dewasa ini, kita sentiasa
dibuat bingung oleh pengertian-pengertian dari bahasa arab, apa itu mubtada’
dan bagaimanakah khabar itu, senantiasa menjadi pertanyaan bagi kita para
pemuda yang baru belajar bahasa arab. Pola Struktur kalimat bahasa Arab pada
dasarnya terdiri atas dua pola,yaitu jumlah ismiyah atau disebut kalimat
nominal dan jumlah fi’liyah atau disebut kalimat verbal.
Jumlah ismiyah yaitu susunan
kalimat yang mempunyai unsur pokok mubtada dan khabar(dimulai dengan isim /kata
benda ), jadi jumlah ismiyah atau kalimat nominal,adalah kalimat yang dimulai
dengan nomin (isim).
Oleh karena itu di dalam makalah ini
akan dijelaskan bangaimana penjelasan mengenai jumlah ismiyyah dan fi’liyah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
penjelasan mengenai jumlah Ismiyyah?
2. Bagaimana
penjelasan mengenai jumlah Fi’liyah?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui
penjelasan tentang Jumlah Ismiyyah dan Jumlah Fi’liyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. JUMLAH ISMIYAH
Jumlah Ismiyah (kalimat
nominal) : selain fiil, Dalam bahasa arab istilah kalimat di sebut dengan
Jumlah, dan kalimat sempurna disebut dengan Jumlah Mufidah. Sedangkan jumlah
sendiri merupakan susunan dari beberapa kalimah yang memahirkan atau pesan yang
sempurna.[1]
Jumlah ismiyah
adalah suatu kalimat yang unsur-unsurnya terdiri dari “mubtada”
dan
“khobar”. Mubtada’ adalah kata
yang diterangkan, berupa
isim yang diletakkan
di
permulaan kalimat, dan kata itu berakhir dengan harakat dhommah,
sedangkan “khobar”
adalah kata
yang menerangkan hal-ihwal
mubtada’.[2]
a. Mubtada
Mubtada adalah isim yang
dirofa’kan yang Kosong dari amil-amil sebangsa lafadzh.
. وَالْخَبَرُ هُوَ اَلِاسْمُ
اَلْمَرْفُوعُ اَلْمُسْنَدُ إِلَيْهِ, نَحْوَ قَوْلِكَ "زَيْدٌ قَائِمٌ"
وَ"الزَّيْدَانِ قَائِمَانِ" وَ"الزَّيْدُونَ قَائِمُونَ "
Mubtada’ adalah isim marfu’ yang biasanya
terdapat di awal kalimat (Subyek) dan kosong dari ‘amil lafdy. Tetapi mubtada
memiliki ‘amil ma’nawi yaitu mubtada harus beri’rab rofa’ karena menjadi
ibtida (awal kalimat atau awal sesuatu yang di ceritakan)
Pembagian mubtada’ ada dua bagian, yaitu :
·
Mubtada yang berupa
isim dhahir
Isim dhahir adalah kata benda yang bukan
kata ganti, seperti Ahmad, sekolah, singa, dll.
Contoh:
جَمِيْلَةٌ الْمَدْرَسَةُ
Sekolah itu indah
وَاسِعٌ الْبَيْتُ
Rumah itu luas
مَاهِرٌ اَحْمَدُ
Ahmad itu pintar
Dari contoh di atas, yang termasuk
Mubtada adalah “سَةُلْمَدْرَ, الْبَيْتُ dan اَحْمَدُ
·
Mubtada Yang Berupa Isim Dhamir
Isim dhammir adalah kata
benda yang berupa kata ganti, saya, dia, mereka, dll.
Contoh mubtada yang mudhmar (isim dhamir)
نَشِيْطٌ هُوَ Dia (laki-laki) rajin
نَشِيْطَانِ هُمَا Mereka berdua
(laki-laki) rajin
نَشِيْطُوْنَ هُمْ Mereka (laki-laki)
rajin
نَشِيْطَةٌ
هِيَ Dia (perempuan) rajin
نَشِيْطَتَانِ هُمَا Mereka berdua
(perempuan) rajin
نَشِيْطَاتٌ هُنَّ Mereka (perempuan)
rajin
نَشِيْطٌ اَنْتَ Kamu (laki-laki) rajin
نَشِيْطَانِ اَنْتُمَا Kamu berdua
(laki-laki) rajin
نَشِيْطُوْنَ اَنْتُمْ Kamu semua
(laki-laki) rajin
نَشِيْطَةٌ اَنْتِ Kamu (perempuan) rajin
نَشِيْطَتَانِ اَنْتُمَا Kamu berdua
(perempuan) rajin
نَشِيْطَاتٌ اَنْتُنَّ Kamu semua
(perempuan) rajin
نَشِيْطٌ اَنَا Saya rajin
نَشِيْطُوْنَ نَحْنُ Kami rajin
Dari contoh di atas, yang termasuk
Mubtada adalah “هُوَ, هُمَا, هُمْ sampai نَحْنُ.
Adapun meng-i'rab-nya adalah sebagai berikut: (saya) berkedudukan menjadi mubtada yang di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya mabni sukun. Sedangkan lafazh menjadi khabar-nya, di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya dengan dhammah. Dan (kami berdiri). Lafazh berkedudukan menjadi mubtada, di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya dengan mabni dhammah, sedangkan menjadi khabar-nya, juga di-rafa'-kan, tanda rafa'-nya dengan wawu karena jamak mudzakkar salim.
b.
Khobar
Khobar adalah sesuatu yang menerangkan kondisi mubtada dan dapat
menyempurnakan makna mubtada’ yang pada bahasa Indonesia dikenal dengan
Predikat. Mubtada tanpa khobar tidaklah jelas ma’nanya begitu juga khobar tanpa
didahului mubtada akan menjadi tidak bermakna.
Contoh:
الْأُسْتَاذُ مَرِيْضٌ (Ustadz itu sakit)
الْمُسْلِمُ صَالِحٌ (Orang muslim itu sholeh)
الْوَلَدُ
نَشِيْطٌ (Anak itu rajin)
Seperti pada contoh di atas, kata الْأُسْتَاذُ berkedudukan sebagai
mubtada dan مَرِيْضٌ berkedudukan
sebagai khobar. Kalau الْأُسْتَاذُ saja
tanpa disertai kata مَرِيْضٌ jelas
tidaklah bermakna.
·
Pembagian khabar
Khabar
terbagi atas dua macam, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad.
Khabar mufrad adalah
khabar yang bukan berupa jumlah (kalimat) dan bukan pula syibih (serupa)
jumlah. Ingat, yang dimaksud mufrad disini tidak sama dengan isim mufrad yang
menunjukan bilangan tunggal.
Contoh :
قَئِمٌ زَيْدٌ
قَئِمَانِ زَيْدَانِ
قَئِمُوْنَ زَيْدُوْنَ
Khabar ghair mufrad adalah kebalikannya, yaitu khabar yang terdiri dari jumlah
dan syibih (serupa) jumlah. Khabar Jumlah itu sendiri ada dua, yaitu jumlah
ismiyah (jumlah yang terdiri dari mubtada dan khabar) dan jumlah fi’liyah
(jumlah yang terdiri dari fi’il dan fa’il).
Sedangkan khabar syibih
(serupa) jumlah ada dua juga, yaitu yang terdiri dari jar majrur dan zharaf.
Maka khabar ghair mufrad itu semuanya terdiri dari empat bagian yaitu : jumlah
ismiyah, jumlah fi’liyah, jar + majrur dan zharaf.
Ada ketentuan tertentu
dimana jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah bisa jadi khabar.
Jika jumlah ismiyah maka
pada mubtadanya hrus terdapat dhamir yang kembali pada mubtada pertama.
Contoh : زَيْدٌ جَارِيَتُهُ
ذَاهِبَةٌ Zaid hamba perempuannya pergi.
Ini bisa jadi khabar
jumlah ismiyah karena pada mubtadanya (yaitu lafadz جَارِيَتُهُ ) terdapat
dhamir yang kembali pada kata Zaid (mubtada pertama).
Jika jumlah fi’liyah maka
pada fa’ilnya harus terdapat dhamir yang kembali pada mubtada.
Contoh : زَيْدٌ قَامَ اَبُوْهُ
Ini menjadi khabar jumlah
fi’liyah karena pada fa’ilnya (yaitu lafadz اَبُوْهُ) ada dhamir yang kembali
pada zaid (mubtada).[3]
B. JUMLAH FI’LIYAH
Jumlah
Fi’liyah (kalimat verbal) , Jumlah
fi’liyah adalah kalimat
yang terdiri dari
kata kerja/fiil dan
pelaku/fail.
Failnya
berfungsi sebagai subjek dan fiil sebagai predikat.
Jumlah Fi’liyah adalah suatu
kalimat yang diawali dengan kata kerja, dan Jumlah Fi’liyah terdiri dari dua
unsur yaitu Fi’il ( kata kerja ) dan Fa’il ( subjek/pelaku ), apabila fa’il
berbentuk muannas mala fi’il juga harus muannas, Begitujuga apabila berbentuk
mudzakar. Namun apabila fa’il berbentuk mutsanna ( ganda ) ataupun Jamak (
banyak ) maka fi’il harus tetap mufrod ( tunggal ).[4]

Metode
struktur paling sederhana untuk jumlah fi’liyah adalah :
Fa’il
[ kata kerja ] + fa’il [ pelaku ] atau
Fi’il
[ kata kerja ] + fa’il [pelaku ] + maf’ul bih [ obyek ]
Jika
menyesuaikan tata bahasa indonesia, jumlah fi’liyah itu sama dengan susunan S P
O, S sebagai Subjek , itu sama dengan fa’il sebegai pelaku, P sebagai Predikat
, itu sama dengan fi’il sebagai pekerja, dan O sebagai Objek itu sama dengan
Maf’ul Bih sebagai yang di kenai pekerjaan.
Kalau
maf’lu bih itu adalah isim yang dibaca nashab yang dikenai pekerjaan. Sebuah
kalimat yang berpredikat kata kerja transitif harus dilengkapi dengan objek
atau maf’ul bih.
Obyek
tidak harus ada dalam jumlah fi’liyah, karena ada fi’il yang menuntut obyek
dana ada yang tidak menuntut obyek.[5]
a. Pembagian fi’il
berdasarkan bentuk
Menurut
bentuknya fi’il terbagi menjadi dua. Yaitu ,fi’l sahih dan fi’l mu’tal. Fi’l sahih
adalah kata yang semua huruf aslimya bukan huruf ‘illat, ( ق,و,ى,ا ) contohnya كَتَبَ
, فَرِحَ, سَيْطَرَ , شَارَكَ , dan اِجْلَوَّذَ.
Sedangkan
fi’l mu’tal adalah kata yang salah satu huruf aslinya adalah huruf ‘illat,
contohnya وَعَدَ , قَامَ , dan رَضِيَ.[6]
b. Pembagian fi’il
berdasarkan jenis
Menurut
jenisnya fi’il terbagi menjadi dua, yaitu fi’il lazim dan fi’il muta’addi.
Fi’il lazim adalah kata kerja yang tidak membutuhkan obyek/maf’ul bih.
Sedangkan muta’addi adalah kata kerja yang membutuhkan obyek/ maf’ul bih.
contoh
- contoh jumlah fi’liyah
قَرَأَ مُحَمَّدٌ ( Muhammad telah membaca )
قَرَأَتْ هِنْدٌ
( Hindun telah membaca )
يَقْرَأُ زَيْدٌ
( Zaid sedang membaca )
يَقْرَأُ الطَّالِبُوْنَ ( Para siswa sedang
membaca )
Pada
contoh 1 dan 2 dapat kita lihat kesesuaian antara fi’il dan fa’il dalam
jenisnya yaitu mudzakar dan muannast. Sedangkan pada contoh 3 dan 4 dapat kita
lihat bahwa berapapun bilangan failnya fi’il harus tetap mufrod.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mubtada’adalah
isim marfu’ yang biasanya terdapat di awal kalimat (Subyek). Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang
zhahir dan mubtada yang mudhmar (dhamir). Khobar adalah sesuatu yang
dapat menyempurnakan makna mubtada’ (Predikat).
Khabar itu terbagi menjadi
dua bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad.
Penggunaan mubtada’ dan
khobar pada kalimat yaitu Mubtada dan khabar harus marfu / rofa. mengenai
jumlah fi’liyah, dapat disimpulkan bahwa jumlah fi’liyah adalah kalimat yang
terdiri dari fiil dan fa’il. Fa’il adalah kata kerja , sedangkan fa’il adalah
subjek atau pelaku. Jumlah Fi’liyah tidak selalu memerluhkan obyek.
DAFTAR
PUSTAKA
Istandiyanta, 2009, Bahasa Arab Dasar,
Surakarta:Univ.Sebelas Maret.
Yakub dan Yenni Pariani, Rumus Cerdas
Memahami Kaidah Dan Tata Bahasa Arab, Bandung:Satu Nusa.
http://www.arabic.web.id/2011/02/fiil-berdasarkan-bentuk-shahih-mutal.html
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................... ...... 1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................... ...... 2
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................................... ...... 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. ...... 3
A.
JUMLAH ISMIYAH................................................................................................ ...... 3
a. Mubtada...................................................................................................................... ...... 3
b.
Khobar........................................................................................................................ ...... 5
B.
JUMLAH FI’LIYAH....................................................................................................... 6
a. Pembagian fi’il
berdasarkan bentuk............................................................................ ...... 8
b. Pembagian fi’il
berdasarkan jenis............................................................................... ...... 8
BAB III PENUTUP...................................................................................................... ...... 9
Kesimpulan..................................................................................................................... ...... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. ...... 10
|
[1] Yakub, Yenni Pariani, Rumus Cerdas Memahami Kaidah Dan Tata Bahasa
Arab (Bandung:Satu Nusa ),222.
[3]
As-Syaikh
Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Abdul-bari Al-ahdal, al-Kwakib al-Durriyyah (Daru Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah) juz 2,
3-5.
[4] Yakub,
Yenni Pariani, Rumus Cerdas Memahami
Kaidah Dan Tata Bahasa Arab (Bandung:Satu Nusa ),223.
[5].Yakub, Yenni Pariani, Rumus Cerdas Memahami Kaidah Dan Tata Bahasa
Arab (Bandung:Satu Nusa ),222.
[6]
http://www.arabic.web.id/2011/02/fiil-berdasarkan-bentuk-shahih-mutal.html
[7] Yakub,
Yenni Pariani, Rumus Cerdas Memahami
Kaidah Dan Tata Bahasa Arab (Bandung:Satu Nusa ),223.
thanks
BalasHapusiye admin fp anime belajar b.arab jg wkwk
Hapus